Facebook Badge
PENGUNJUNG BLOG
Lencana Facebook
dewangga link. Diberdayakan oleh Blogger.
FRIENDSHIP SAYA?
chico oro arsip
-
▼
2011
(52)
- ► 7 Agustus - 14 Agustus (16)
-
►
2013
(2)
- ► 23 Juni - 30 Juni (2)
Jumat, 19 Agustus 2011
PRA ORIENTASI KEHIDUPAN & KAMPUS (OKK) STIKOM SURABAYA
Tanggal 19/08/11
aku telat bangun karena kecapekan mengerjakan tugas, akhirnya dengan tergesa-gesa saya berangkat Pukul 04.45 dengan kecepatan tinggi, karena takut telat.
sesampainya di kampus saya menuju barisan kelompok saya. setelah meletakkan tas dan melihat perlengkapan yg akan saya pakai, saya kaget plus khawatir karena Pin" saya kok tidak ada?? saya mulai berpikir lagi dimana saya meletakan pin stikom tersebut...
waah akhirnya saya ingat dimana meletakan tuh barang, tapi kabar buruknya aku meletakan di meja depan pas buru" ngeluarin motoor??
ALAMAAK, di rumaah PIN STIKOM q?
aku akhirnya pinjam HPx doni yg di taruh di jok sepeda...
dan akupun ke parkiran untuk mengambil hp nya doni..
setelah tersambung ke eyang ternyata benar dugaanku pin.ku ketinggalan di meja pas aku keburu" berangkat tadi
dan gak mungkin eyang suruh nganter tuh pin ke kampus, cz eyang udah sepuh??
yaudahlah terima nasib aja di hukum, daripada eyangku kasihan datang nganter pin ke kampus....
upacara pembukaan OKK pun dimulai, dan yg tidak membawa peralatan lengkap disuruh kebelakang..
akupun ke belakang untuk berkumpul dengan teman" lain yg tidak membawa perlengkapan dan ada yg terlambat. setelah bebaris di deretan orang bermasalah saya takut karena ini pengalaman saya pertama kali dihukum pas waktu okk berlangsung, wah dibelakang barisan ternyata ada temenku yg bernama dewangga putra kartika yg kena hukum juga karena dia juga tidak membawa pin..
maluuu rasanya jadi anak yg melanggar itu, selain barisannya dibedakan, juga di marah"in ma KS,
aku ngeliat banyak banget yang telat n rambut yg masih panjang...
akhirnya tuh rambut anak" yg panjang pada di rapiin ma KSx...
untuung aja aku gag dimarahin ma KSx jadi cuman di barisan n dapat hukuman yaitu suruh membuat 77kata motivasi ditulis tangan.....
setelah upacara selesai saya dipanggil KS untuk kembali ke barisan kelompokku? waah puji tuhan ga diapa"in cuman di tegur aja kenapa melakukan kesalahan??
setelah kembali ke barisan kelompok q pergi ke lantai 9 untuk mengikuti kegiatan berikutnya yaitu membuat Mading.
mading kelompok q memilih tema "0detik" sebagai bahan, karena bisa dibilang mudah untuk membuatnya...
setelah mading selesai acara dilanjutkan acara keagamaan. saya di ruang B403 ruang agama kristen-protestan
sampai jam 1 siang. disini saya berkumpul bersama dengan teman" seiman dan makan" jajanan ringan ..
hehehehe.. dan dapat teman" baru??
setelah acara agama selesai kita kembali ke lantai 9 untuk mengikuti acara pengenalan HIMA SI ...
jam 3sore kita sharing dengan KS semua!!
its nicee day....
aku telat bangun karena kecapekan mengerjakan tugas, akhirnya dengan tergesa-gesa saya berangkat Pukul 04.45 dengan kecepatan tinggi, karena takut telat.
sesampainya di kampus saya menuju barisan kelompok saya. setelah meletakkan tas dan melihat perlengkapan yg akan saya pakai, saya kaget plus khawatir karena Pin" saya kok tidak ada?? saya mulai berpikir lagi dimana saya meletakan pin stikom tersebut...
waah akhirnya saya ingat dimana meletakan tuh barang, tapi kabar buruknya aku meletakan di meja depan pas buru" ngeluarin motoor??
ALAMAAK, di rumaah PIN STIKOM q?
aku akhirnya pinjam HPx doni yg di taruh di jok sepeda...
dan akupun ke parkiran untuk mengambil hp nya doni..
setelah tersambung ke eyang ternyata benar dugaanku pin.ku ketinggalan di meja pas aku keburu" berangkat tadi
dan gak mungkin eyang suruh nganter tuh pin ke kampus, cz eyang udah sepuh??
yaudahlah terima nasib aja di hukum, daripada eyangku kasihan datang nganter pin ke kampus....
upacara pembukaan OKK pun dimulai, dan yg tidak membawa peralatan lengkap disuruh kebelakang..
akupun ke belakang untuk berkumpul dengan teman" lain yg tidak membawa perlengkapan dan ada yg terlambat. setelah bebaris di deretan orang bermasalah saya takut karena ini pengalaman saya pertama kali dihukum pas waktu okk berlangsung, wah dibelakang barisan ternyata ada temenku yg bernama dewangga putra kartika yg kena hukum juga karena dia juga tidak membawa pin..
maluuu rasanya jadi anak yg melanggar itu, selain barisannya dibedakan, juga di marah"in ma KS,
aku ngeliat banyak banget yang telat n rambut yg masih panjang...
akhirnya tuh rambut anak" yg panjang pada di rapiin ma KSx...
untuung aja aku gag dimarahin ma KSx jadi cuman di barisan n dapat hukuman yaitu suruh membuat 77kata motivasi ditulis tangan.....
setelah upacara selesai saya dipanggil KS untuk kembali ke barisan kelompokku? waah puji tuhan ga diapa"in cuman di tegur aja kenapa melakukan kesalahan??
setelah kembali ke barisan kelompok q pergi ke lantai 9 untuk mengikuti kegiatan berikutnya yaitu membuat Mading.
mading kelompok q memilih tema "0detik" sebagai bahan, karena bisa dibilang mudah untuk membuatnya...
setelah mading selesai acara dilanjutkan acara keagamaan. saya di ruang B403 ruang agama kristen-protestan
sampai jam 1 siang. disini saya berkumpul bersama dengan teman" seiman dan makan" jajanan ringan ..
hehehehe.. dan dapat teman" baru??
setelah acara agama selesai kita kembali ke lantai 9 untuk mengikuti acara pengenalan HIMA SI ...
jam 3sore kita sharing dengan KS semua!!
its nicee day....
Kamis, 18 Agustus 2011
PRA ORIENTASI KEHIDUPAN & KAMPUS (OKK) STIKOM SURABAYA
NAMA: DEWANGGA
KELOMPOK: ARISTOTELES 2.1
NIM: 11410100143
PRODI: SISTEM INFORMASI
PRODI: SISTEM INFORMASI
Tanggal 15-17 Agustus PRA OKK dimulai pada pukul 07.00 di kampus STIKOM tepatnya di lantai 9.
sebelumnya saya sudah janjian sama teman" maba STIKOM yg lain untuk berkumpul di KOPMA sebelum PRA OKK dimulai. dan pada jam 05.30 saya berangkat menuju STIKOM surabaya....
benar ternyata teman" maba yg ada di Grup berkumpul di KOPMA, ada yg dari Tuban, Mataram, Bali, Malang dan lain".....
sebelum masuk ke dalam gedung kita bergurau, karena kita sebelumnya udah kenal di GRUP MABA, ..
jam 06.30 kita ke lantai 9.
Setelah sampai di lantai 9 kita berpisah untuk menemui KS(Kolega Senior) kita masing-masing. oiya nama kolega senior saya adalah Kak dan saya berada di kelompok ARISTOTELES 2.1
hendra...
setibanya saya berkenalan dengan oby dan berasal dari Krian...
setelah saya menunggu lama belum ada yg datang, dan kak hendra pun udah mulai khawatir cz KY(Kolega Yunior) nya yg datang hanya dua padahal acara pembukaan PRA OKK sudah dimulai...
setelah hampir 30 menit datang doni lalu disusul septian, lalu alvian & andri lalu eky, dewangga, dan yang terakhir dewi..
dewi adalah teman satu"nya yg perempuan dan berasal dari Tuban.....
setelah berkenalan satu dengan yg lain kami bertambah menjadi akrab, memang di grup ARISTOTELES 2.1 ini ada dua nama yg bernama DEWANGGA...
Yang satu DEWANGGA PUTRA PRATAMA(SAYA) dan DEWANGGA PUTRA KARTIKA
hahahahahaha..... semua pada bingung karena nama kita yg sama?? - -"
dan ada peraturan selama OKK yg mencengangkan yaitu MABA HARUS NAIK TANGGA KE LANTAI 9 TIDAK BOLEH NAIK LIFT........
HAAAAAA???
Tanggal 15, di isi dengan pengenalan lagu HYMNE STIKOM, Tata tertib yg ada di stikom dan kita diberitahu ttg TEMA OKK 2011 yaitu "THE WINNER" "WE ARE THE TEAM"
arti dari 2 kata itu begitu dalam bila kita teliti....
THE WINNER: pada saat kita dilahirkan, kita memang sudah menjadi juara.... jadi ga ada kata" kita orang yg tidak juara...
WE ARE THE TEAM: kita sebagai umat manusia adalah makhluk sosial jadi kita membutuhkan teman/team bila kita ingin maju dan ingin sukses....
pada jam 3 sore kita dibawa ke lantai 6 untuk mengikuti kelas WEBB, setelah itu kita kembali lagi ke lantai 9 untuk mengikuti upacara penutupan PRA OKK
Hari berlanjut ke tanggal 16 Agustus, yaitu ke ruang expo untuk mengikuti permainan yg diadakan Panitia OKK. di dalam ruang expo kami dikelompokan menjadi 5 kelompok dan kelompok kami berkelompok dengan Prodi KA(Komputerisasi Akutansi)
di dalam permainan itu kita sebagai Pemerintah suatu negara yg baru terkena bencana dan kelompok kami mendapat bidang PENDIDIKAN dan bidang pendidikan butuh berapa persen(%) bantuan uang sebesar 1 TRILIUN dari PBB. dan kelompok kami hanya butuh 15% dari uang tersebut karena pendidikan belum dibutuhkan pada saat setelah ada bencana...
tetapi didalam sidang tersebut seru sekali karena banyaaak sekali pendapat" dari kelompok lain yaitu KESEHATAN,PEMBANGUNAN, PENDIDIKAN, SOSBUD, DAN EKONOMI....
terjadi perdebatan sengit antara sosbud,pembangunan dan kesehatan.
dan yg berhak menerima uang lebih banyak adalah Pembangunan lalu Kesehatan dan Ekonomi...
setelah dari ruang expo kami melanjutkan ke Ruang Auditorium untuk membuka rek bank CIMB NIAGA.
disini saya agak bete karena lamaa sekali menunggu pembukaan rekeningnya, kami Shift 1 menunggu dari jam 10.00 sampai jam 14.00. 4jam kami menunggu di ruang auditorium...
akhirnya jam 14.00 panitia meng-cut acara tersebut ke acara selanjutnya padahal ada banyak sekali yg belum kebagian Rek.
dan kita ke ruang EXPO lagi untuk mengikuti acara demo dari PERPUSTAKAAN STIKOM
yang berjudul "DIGITAL LIBRARY" disitu kita diperlihatkan ttg masa depan yg penuh dengan Teknology yg mengagumkan dari microsoft, dan yg lebih hebat STIKOM punya lisensi ttg program" dari MICROSOFT..
disitu juga dijelaskan bahwa mahasiswa gratis meng-upgrade MICROSOFT langsung dari STIKOM secara legal..... dan dijelaskan bahwa perminggu mahasiswa STIKOM dijatah 1Gb wifi .... ckckkckck
akhirnya kita kembali ke lantai 9 untuk diberitahu apa saja yg dibawa pada saat OKK...
Hari Rabu tanggal 17 agustus anak maba stikom mengikuti Upacara 17 agustusan di Stikom
kami berkumpul jam 05.00 pagi setelah selesai kami disuruh berganti baju dan mengikuti kegiatan-kegiatan lomba di ruangan.....
setelah lomba kami ke lantai 9 untuk mengikuti pengarahan besok OKK
daan tugas yg diberikan amat banyaak sampai" ada yg tidur di kost"an teman"nya
terimakasih
ini ceritaku apa ceritamuu???
Senin, 15 Agustus 2011
(GKJW )Kecelakaan Trawas.mp4
kecelakaan yg dialami gkjw mojowarno-jombang (MD SBY BARAT)
Minggu, 14 Agustus 2011
Sukarno di Mata Dunia Internasional
Sukarno di Mata Dunia Internasional
Gambar Perangko Negara tetangga yang ada gambar Soekarno:
Presiden Sukarno baru tiba di bandara Washington DC, AS, pada siang hari. Didampingi oleh wakil presiden AS, Richard Nixon, Bung Karno disambut penuh oleh pasukan AS dengan 21 kali tembakan kehormatan. Bung Karno tiba di Washington dalam rangka kunjungan selama 18 hari di AS atas undangan Presiden AS, David Dwight Eisenhower (Foto: 16 Mei 1956).
Kalo sekarang SBY ke amrik diperlakukan kayak gini ga ya??
Presiden Sukarno dan Presiden AS, Kennedy, duduk bersama di dalam mobil terbuka, sedang melewati pasukan kehormatan di pangkalan Angkatan Udara AS, MD. Bung Karno datang ke AS dalam rangka pembicaraan masalah insiden Kuba (Foto: 24 April 1961).
Bersama Mantan negara penjajah
Presiden Sukarno menjadi tamu kehormatan Kaisar Jepang, Hirohito, dan pangeran Akihito. Bung Karno dijamu makan siang di istana kekaisaran Jepang di Tokyo (Foto: 3 Pebruari 1958).
Menjadi cover majalah TIMES tahun 1946
Go International
Presiden Sukarno berdiri berdampingan dengan 4 pemimpin negara Non Blok setelah mereka selesai mengadakan pertemuan. Dari kiri kekanan : Pandit Jawaharlal Nehru (Perdana Menteri India), Kwame Nkrumah (Presiden Ghana), Gamal Abdul Nasser (Presiden Mesir), Bung Karno, dan Tito (Presiden Yugoslavia). Kelima pemimpin negara non blok ini mengadakan pertemuan yang menghasilkan seruan kepada Presiden AS, Eisenhower (Presiden AS) dan Perdana Menteri “Uni Soviet”/Rusia, Nikita Khruschev, agar mereka melakukan perundingan diplomasi kembali (Foto: 29 September 1960).
Presiden Sukarno sedang bercakap-cakap dengan Presiden Kuba, Osvaldo Dorticos Torrado (kiri), dan Perdana Menteri Kuba, Fidel Castro (kanan) di Havana, Kuba (Foto: 9 Mei 1960).
Presiden Sukarno tiba di bandara Karachi, Pakistan. Didampingi oleh Presiden Pakistan, Iskander Ali Mirza, Bung Karno tampak sedang memberi hormat diapit oleh bendera Indonesia dan bendera Pakistan (Foto: 25 Januari 1958).
MAKNA PUASA DALAM BERBAGAI AGAMA
Makna Puasa Ramadhan Dalam Islam
Aturan puasa dalam agama Islam
Dalam agama Islam, aturan puasa itu ditetapkan setelah aturan shalat. Kewajiban puasa itu ditetapkan di Madinah pada tahun Hijrah kedua, dan untuk menjalankan ini, ditetapkanlah bulan Ramadan. Sebelum itu, Nabi Suci biasa melakukan puasa sunnat pada tanggal 10 bulan Muharram, dan beliau menyuruh pula supaya para sahabat berpuasa pada hari-hari itu. Menurut Siti ‘Aisyah, tanggal 10 Muharram dijadikan pula hari puasa bagi kaum Quraisy (Bu. 30:1).
Jadi asal mula adanya aturan puasa dalam Islam, ini terjadi sejak zaman Nabi Suci masih di Makkah. Tetapi menurut Ibnu ‘Abbas, setelah Nabi Suci hijrah ke Madinah, beliau melihat kaum Yahudi berpuasa pada tanggal 10 Muharram, dan setelah beliau diberitahu bahwa Nabi Musa suka menjalankan puasa pada hari itu untuk memperingati dibebaskannya bangsa Israel dari perbudakan raja Fir’aun, beliau lalu menyatakan bahwa kaum Muslimin lebih dekat kepada Nabi Musa daripada kaum Yahudi, maka beliau menyuruh agar hari itu dijadikan hari puasa (Bu. 30:69).
Peraturan universal
Dalam Qur’an Suci, bab puasa hanya dibicarakan dalam satu tempat, yaitu dalam ruku’ 23 Surat al-Baqarah saja, walaupun di lain tempat ada pula uraian tentang puasa, tetapi sebagai fidyah, artinya tebusan dalam suatu perkara.
Ruku’ tersebut diawali dengan pernyataan aturan puasa adalah aturan universal: “Wahai orang-orang yang beriman, puasa diwajibkan kepada kamu sebagaimana diwajibkan pula kepada orang-orang sebelum kamu, agar kamu menjaga diri dari kejahatan” (2:183). Benarnya uraian ini, yakni puasa “diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu”, ini dibuktikan oleh sejarah agama. Hampir semua agama besar yang diturunkan di dunia terdapat aturan puasa, walaupun tak sama tekanannya dan tak sama pula bentuk dan motifasinya. “Cara dan motifnya berbeda-beda tergantung kepada iklim, kebangsaan, peradaban dan keadaan lain, tetapi sulit sekali untuk menyebut puasa suatu aturan agama yang samasekali tak dikenal” (Ency. Bri. bab Puasa).
Hanya agama Kong Hu Cu sajalah yang menurut salah seorang penulis Encyclopaedia Britannica tak mengenal aturan puasa. Agama Zaratustra sering juga disebut sebagai agama yang tak mengenal puasa, “menyuruh kepada para pendeta supaya sekurang-kurangnya menjalankan puasa lima tahun sekali”. Pada dewasa ini agama Kristen tak begitu menganggap perlu menjalankan ibadah puasa, akan tetapi Yesus Kristus bukan saja menjalankan puasa empatpuluh hari dan menjalankan puasa pada hari Penebusan sebagai orang Yahudi sejati, melainkan pula menyuruh muridnya supaya menjalankan puasa. Sabdanya: “Dan apabila kamu puasa, janganlah kamu menyerupai orang munafik dengan muramnya … Tetapi engkau ini, apabila engkau puasa, minyakilah kepalamu, dan basuhlah mukamu” (Matius 6:16-17).
Terang sekali bahwa murid beliau menjalankan puasa, tetapi tak begitu kerap seperti orang-orang Baptis, yang pada waktu ditanyakan mengenai itu, beliau menjawab bahwa mereka akan seringkali menjalankan puasa setelah beliau mangkat (Lukas 5:33-35). Dalam Injil diuraikan bahwa orang-orang Kristen zaman permulaan menjalankan puasa (Kisah Rasul-Rasul 13:2-3; 14:23). Bahkan Santo Paulus pun berpuasa (2 Korintus 6:5; 1:27).
Pengertian baru yang diketengahkan oleh Islam
Pernyataan Tuan Cruden dalam kitab Bible Concordance, bahwa semua umat hanya menjalankan puasa “pada waktu berkabung, dukacita dan kemalangan”, ini diperkuat oleh banyak fakta. Pada umumnya, di kalangan kaum Yahudi, puasa itu dijalankan sebagai tanda berkabung dan dukacita. Misalnya Nabi Dawud dikatakan menjalankan puasa tujuh hari pada waktu puteranya yang masih kecil sakit (Kitab Samuel II, 12:16, 8), demikian pula puasa sebagai tanda berkabung diuraikan dalam Kitab Semuil I, 31:13 dan di tempat lain.
Selain Hari Penebusan, yang oleh syari’at Musa ditetapkan sebagai Hari Puasa (Kitab Imamat Orang Lewi 16:29), yang intinya agar orang-orang merendahkan hatinya dengan berpuasa, sedang para pendeta menebusi mereka agar mereka suci dari dosa. Masih ada lagi beberapa hari puasa yang dipopulerkan setelah Hari Pembuangan, sekedar untuk “memperingati kejadian-kejadian yang menyedihkan tatkala kerajaan Yudah dihancurkan” (En. Br.), di antaranya, ada empat hari puasa yang dijalankan secara tertib, “untuk memperingati permulaan dikepungnya kota Yerusalem, bedahnya kota itu, dihancurkannya Kanisah, dan dibunuhnya Gedaliah” (En. Br.). Jadi sudah menjadi kebiasaan bahwa kesusahan atau peristiwa yang menyedihkan diperingati dengan puasa. Hanya puasa Nabi Musa sebanyak 40 hari, yang teladan ini kelak kemudian diikuti oleh Nabi ‘Isa, ini bukan puasa untuk memperingati dukacita, melainkan puasa yang dijalankan sebagai persiapan untuk menerima wahyu. Agama Kristen tak mengetengahkan pengertian baru tentang puasa. Sabda Yesus Kristus bahwa para murid beliau akan kerap menjalankan puasa setelah beliau mangkat, ini hanya memperkuat pengertian kaum Yahudi tentang puasa yang dihubungkan dengan dukacita dan berkabung.
Agaknya yang menjadi dasarnya pengertian tentang perbuatan orang untuk secara sukarela menjalankan penderitaan dalam bentuk puasa pada waktu terjadi kemalangan dan dukacita, ialah untuk meredakan murka Tuhan dan untuk memohon kasih-sayang-Nya. Agaknya pengertian inilah yang lama kelamaan berkembang menjadi pengertian bahwa puasa adalah perbuatan untuk menebus dosa, karena, orang beranggapan bahwa kemalangan dan malapetaka itu disebabkan karena dosa, dengan demikian puasa merupakan perwujudan lahir adanya perubahan batin dengan jalan tobat.
Hanya dalam agama Islam sajalah puasa berkembang menjadi memiliki arti yang tinggi. Islam menolak samasekali pengertian puasa untuk meredakan murka Tuhan atau memohon kasih sayang Tuhan dengan menjalankan penderitaan secara sukarela; dan sebagai gantinya, Islam mengetengahkan aturan puasa yang harus dijalankan secara teratur dan terus menerus, yang ini sebagai sarana untuk mengembangkan daya-daya batin manusia, seperti halnya shalat, tanpa memandang keadaan orang-seorang atau bangsa, apakah dalam keadaan senang atau susah. Walaupun di dalam Qur’an Suci diuraikan mengenai puasa yang dijalankan sebagai tebusan (fidyah), ini hanyalah merupakan alternatif dari perbuatan kedermawanan, yaitu memberi makan kepada kaum miskin atau memerdekakan budak belian.
Adapun aturan puasa dalam bulan Ramadan, itu dimaksud untuk melatih disiplin tingkat tinggi bagi jasmani, akhlak dan rohani, dan ini nampak dengan jelas dengan diubahnya bentuk dan motif puasa, yaitu dengan dibuatnya puasa menjadi aturan yang permanen, dengan demikian, puasa pada bulan Ramadan tak ada hubungannya dengan pengertian puasa pada waktu menderita kesusahan, kemalangan dan berbuat dosa, bahkan dalam Qur’an dijelaskan, bahwa tujuan puasa yang sejati ialah “agar kamu menjaga diri dari kejahatan (tattaqun)”. Kata tattaqun berasal dari kata ittaqa artinya, menjaga sesuatu dari yang membahayakan dan bisa melukainya, atau menjaga diri dari yang dikuatirkan yang akan berakibat buruk pada dirinya (R).
Akan tetapi selain arti tersebut, kata itu digunakan oleh Qur’an Suci dalam arti menetapi kewajiban, seperti tersebut dalam 4:1, dimana diuraikan bahwa kata arham (ikatan keluarga) dijadikan pelengkap (object) dari kata ittaqu; demikian pula kata ittaqullah dimana Allah dijadikan pelengkap bagi kata ittaqu; oleh sebab itu arti kata ittaqa dalam hal ini ialah menetapi kewajiban. Menurut bahasa Qur’an, orang yang bertaqwa (muttaqin), ialah orang yang telah mencapai derajat rohani yang amat tinggi. “Allah adalah kawan orang-orang yang bertaqwa (muttaqin)” (45:19). “Allah mencintai orang muttaqi” (3:75; 9:4, 7). “Kesudahan yang baik adalah bagi orang muttaqin” (7:128; 11:49: 28:83). “Orang muttaqin akan memperoleh tempat perlindungan yang baik” (38:49). Masih banyak lagi ayat yang menerangkan bahwa menurut Qur’an Suci, orang muttaqi ialah orang yang telah mencapai derajat rohani yang tinggi. Oleh karena tujuan puasa itu untuk menjadi orang muttaqi, maka dapat diambil kesimpulan bahwa perintah Qur’an menjalankan puasa itu bertujuan agar orang dapat mencapai derajat rohani yang tinggi. ( http://darwinarya.wordpress.com/
Dalam agama Islam, aturan puasa itu ditetapkan setelah aturan shalat. Kewajiban puasa itu ditetapkan di Madinah pada tahun Hijrah kedua, dan untuk menjalankan ini, ditetapkanlah bulan Ramadan. Sebelum itu, Nabi Suci biasa melakukan puasa sunnat pada tanggal 10 bulan Muharram, dan beliau menyuruh pula supaya para sahabat berpuasa pada hari-hari itu. Menurut Siti ‘Aisyah, tanggal 10 Muharram dijadikan pula hari puasa bagi kaum Quraisy (Bu. 30:1).
Jadi asal mula adanya aturan puasa dalam Islam, ini terjadi sejak zaman Nabi Suci masih di Makkah. Tetapi menurut Ibnu ‘Abbas, setelah Nabi Suci hijrah ke Madinah, beliau melihat kaum Yahudi berpuasa pada tanggal 10 Muharram, dan setelah beliau diberitahu bahwa Nabi Musa suka menjalankan puasa pada hari itu untuk memperingati dibebaskannya bangsa Israel dari perbudakan raja Fir’aun, beliau lalu menyatakan bahwa kaum Muslimin lebih dekat kepada Nabi Musa daripada kaum Yahudi, maka beliau menyuruh agar hari itu dijadikan hari puasa (Bu. 30:69).
Peraturan universal
Dalam Qur’an Suci, bab puasa hanya dibicarakan dalam satu tempat, yaitu dalam ruku’ 23 Surat al-Baqarah saja, walaupun di lain tempat ada pula uraian tentang puasa, tetapi sebagai fidyah, artinya tebusan dalam suatu perkara.
Ruku’ tersebut diawali dengan pernyataan aturan puasa adalah aturan universal: “Wahai orang-orang yang beriman, puasa diwajibkan kepada kamu sebagaimana diwajibkan pula kepada orang-orang sebelum kamu, agar kamu menjaga diri dari kejahatan” (2:183). Benarnya uraian ini, yakni puasa “diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu”, ini dibuktikan oleh sejarah agama. Hampir semua agama besar yang diturunkan di dunia terdapat aturan puasa, walaupun tak sama tekanannya dan tak sama pula bentuk dan motifasinya. “Cara dan motifnya berbeda-beda tergantung kepada iklim, kebangsaan, peradaban dan keadaan lain, tetapi sulit sekali untuk menyebut puasa suatu aturan agama yang samasekali tak dikenal” (Ency. Bri. bab Puasa).
Hanya agama Kong Hu Cu sajalah yang menurut salah seorang penulis Encyclopaedia Britannica tak mengenal aturan puasa. Agama Zaratustra sering juga disebut sebagai agama yang tak mengenal puasa, “menyuruh kepada para pendeta supaya sekurang-kurangnya menjalankan puasa lima tahun sekali”. Pada dewasa ini agama Kristen tak begitu menganggap perlu menjalankan ibadah puasa, akan tetapi Yesus Kristus bukan saja menjalankan puasa empatpuluh hari dan menjalankan puasa pada hari Penebusan sebagai orang Yahudi sejati, melainkan pula menyuruh muridnya supaya menjalankan puasa. Sabdanya: “Dan apabila kamu puasa, janganlah kamu menyerupai orang munafik dengan muramnya … Tetapi engkau ini, apabila engkau puasa, minyakilah kepalamu, dan basuhlah mukamu” (Matius 6:16-17).
Pengertian baru yang diketengahkan oleh Islam
Pernyataan Tuan Cruden dalam kitab Bible Concordance, bahwa semua umat hanya menjalankan puasa “pada waktu berkabung, dukacita dan kemalangan”, ini diperkuat oleh banyak fakta. Pada umumnya, di kalangan kaum Yahudi, puasa itu dijalankan sebagai tanda berkabung dan dukacita. Misalnya Nabi Dawud dikatakan menjalankan puasa tujuh hari pada waktu puteranya yang masih kecil sakit (Kitab Samuel II, 12:16, 8), demikian pula puasa sebagai tanda berkabung diuraikan dalam Kitab Semuil I, 31:13 dan di tempat lain.
Selain Hari Penebusan, yang oleh syari’at Musa ditetapkan sebagai Hari Puasa (Kitab Imamat Orang Lewi 16:29), yang intinya agar orang-orang merendahkan hatinya dengan berpuasa, sedang para pendeta menebusi mereka agar mereka suci dari dosa. Masih ada lagi beberapa hari puasa yang dipopulerkan setelah Hari Pembuangan, sekedar untuk “memperingati kejadian-kejadian yang menyedihkan tatkala kerajaan Yudah dihancurkan” (En. Br.), di antaranya, ada empat hari puasa yang dijalankan secara tertib, “untuk memperingati permulaan dikepungnya kota Yerusalem, bedahnya kota itu, dihancurkannya Kanisah, dan dibunuhnya Gedaliah” (En. Br.). Jadi sudah menjadi kebiasaan bahwa kesusahan atau peristiwa yang menyedihkan diperingati dengan puasa. Hanya puasa Nabi Musa sebanyak 40 hari, yang teladan ini kelak kemudian diikuti oleh Nabi ‘Isa, ini bukan puasa untuk memperingati dukacita, melainkan puasa yang dijalankan sebagai persiapan untuk menerima wahyu. Agama Kristen tak mengetengahkan pengertian baru tentang puasa. Sabda Yesus Kristus bahwa para murid beliau akan kerap menjalankan puasa setelah beliau mangkat, ini hanya memperkuat pengertian kaum Yahudi tentang puasa yang dihubungkan dengan dukacita dan berkabung.
Agaknya yang menjadi dasarnya pengertian tentang perbuatan orang untuk secara sukarela menjalankan penderitaan dalam bentuk puasa pada waktu terjadi kemalangan dan dukacita, ialah untuk meredakan murka Tuhan dan untuk memohon kasih-sayang-Nya. Agaknya pengertian inilah yang lama kelamaan berkembang menjadi pengertian bahwa puasa adalah perbuatan untuk menebus dosa, karena, orang beranggapan bahwa kemalangan dan malapetaka itu disebabkan karena dosa, dengan demikian puasa merupakan perwujudan lahir adanya perubahan batin dengan jalan tobat.
Hanya dalam agama Islam sajalah puasa berkembang menjadi memiliki arti yang tinggi. Islam menolak samasekali pengertian puasa untuk meredakan murka Tuhan atau memohon kasih sayang Tuhan dengan menjalankan penderitaan secara sukarela; dan sebagai gantinya, Islam mengetengahkan aturan puasa yang harus dijalankan secara teratur dan terus menerus, yang ini sebagai sarana untuk mengembangkan daya-daya batin manusia, seperti halnya shalat, tanpa memandang keadaan orang-seorang atau bangsa, apakah dalam keadaan senang atau susah. Walaupun di dalam Qur’an Suci diuraikan mengenai puasa yang dijalankan sebagai tebusan (fidyah), ini hanyalah merupakan alternatif dari perbuatan kedermawanan, yaitu memberi makan kepada kaum miskin atau memerdekakan budak belian.
Adapun aturan puasa dalam bulan Ramadan, itu dimaksud untuk melatih disiplin tingkat tinggi bagi jasmani, akhlak dan rohani, dan ini nampak dengan jelas dengan diubahnya bentuk dan motif puasa, yaitu dengan dibuatnya puasa menjadi aturan yang permanen, dengan demikian, puasa pada bulan Ramadan tak ada hubungannya dengan pengertian puasa pada waktu menderita kesusahan, kemalangan dan berbuat dosa, bahkan dalam Qur’an dijelaskan, bahwa tujuan puasa yang sejati ialah “agar kamu menjaga diri dari kejahatan (tattaqun)”. Kata tattaqun berasal dari kata ittaqa artinya, menjaga sesuatu dari yang membahayakan dan bisa melukainya, atau menjaga diri dari yang dikuatirkan yang akan berakibat buruk pada dirinya (R).
Akan tetapi selain arti tersebut, kata itu digunakan oleh Qur’an Suci dalam arti menetapi kewajiban, seperti tersebut dalam 4:1, dimana diuraikan bahwa kata arham (ikatan keluarga) dijadikan pelengkap (object) dari kata ittaqu; demikian pula kata ittaqullah dimana Allah dijadikan pelengkap bagi kata ittaqu; oleh sebab itu arti kata ittaqa dalam hal ini ialah menetapi kewajiban. Menurut bahasa Qur’an, orang yang bertaqwa (muttaqin), ialah orang yang telah mencapai derajat rohani yang amat tinggi. “Allah adalah kawan orang-orang yang bertaqwa (muttaqin)” (45:19). “Allah mencintai orang muttaqi” (3:75; 9:4, 7). “Kesudahan yang baik adalah bagi orang muttaqin” (7:128; 11:49: 28:83). “Orang muttaqin akan memperoleh tempat perlindungan yang baik” (38:49). Masih banyak lagi ayat yang menerangkan bahwa menurut Qur’an Suci, orang muttaqi ialah orang yang telah mencapai derajat rohani yang tinggi. Oleh karena tujuan puasa itu untuk menjadi orang muttaqi, maka dapat diambil kesimpulan bahwa perintah Qur’an menjalankan puasa itu bertujuan agar orang dapat mencapai derajat rohani yang tinggi. ( http://darwinarya.wordpress.com/
PUASA Dalam Agama KRISTEN
Di tengah bulan Puasa yang dilakukan oleh umat Muslim, timbullah pertanyaan yang ditujukan kepada umat Kristen: “Apakah umat Kristen menjalankan puasa?”
Asal perintah puasa dalam Perjanjian Lama tidak jelas, tercatat ketika Israel menghadapi Filistin mereka mengaku dosa dan berpuasa (1Sam.7:6). Sekalipun tidak disebut sebagai puasa, Musa tidak makan dan minum selama 40 hari (Kel.34:28). Ketika Nehemia mendengar situasi Yerusalem, ia berdoa dan berpuasa (Neh.1:4). Yoel menyuruh umat bertobat dan berpuasa (Yl.2:12). Banyak juga ayat-ayat lain yang menunjukkan praktek puasa dalam PL.
Dalam Perjanjian Baru puasa juga tercatat. Yesus hanya sekali tercatat berpuasa dengan tidak makan & minum 40 hari lamanya (Mat.4:2) sebagai persiapan menghadapi godaan dan ujian. Ketika Paulus dan Barnabas diutus mereka berpuasa (Kis.13:3). Puasa biasanya dikaitkan dengan penyesalan diri dalam pertobatan dan dikaitkan dengan doa dalam usaha mendekatkan diri lebih kepada Tuhan (1Raj.21:27;Mzm.35:13), atau meminta kuasa dalam memerangi setan (Mat.17:21;Mrk.9:29).
Sebagaimana banyak hal dalam syariat dimana arti rohaninya terkubur oleh penampakan lahir, demikian juga puasa sering merosot artinya. Bukannya ditujukan sebagai ekspresi pertobatan tetapi umat Israel menjadikannya sebagai tuntutan untuk memperoleh sesuatu (Yes.58:3) atau agar diperkenan Tuhan (Yes.58:5). Puasa sering merosot sekedar upacara ritual tanpa penyerahan diri kepada Tuhan (Za.7:5), dan menjadi perilaku yang munafik (Mat.16:6) demi untuk membenarkan diri sendiri (Luk.18:12).
Baik Musa maupun Yesus tidak makan dan minum selama 40 hari bukan karena syariat agama, namun sebagai masa persiapan menghadapi godaan dan ujian sebelum diutus, dan konteks saat itu menunjukkan suasana gurun dimana tidak tersedia makanan maupun minuman. Puasa dalam praktek Israel telah merosot menjadi kebiasaan legalistik pada hari-hari dan waktu tertentu tetapi sudah kehilangan maknanya, itulah sebabnya nabi Yesaya dengan keras menekankan arti puasa yang benar. Ia mengatakan bahwa Tuhan berfirman:
“Berpuasa yang kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang-orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya engkau memecah-mecahkan rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri!” (Yes.58:6-7).
Sekalipun Yesus tidak makan dan minum 40 hari, ia tidak menyuruh murid-muridnya berpuasa, dan karena para murid tidak berpuasa mereka dicela oleh orang Farisi (Mrk.2:18), namun Yesus mengatakan bahwa puasa baru akan mereka lakukan bila Yesus telah pergi (Mrk.2:20). Jadi, puasa menurut Yesus bukan lagi syariat agama tetapi kebutuhan penyiapan batin secara khusus bila bertobat dan diperlukan dalam menghadapi masalah khusus seperti kepergiannya kelak atau dalam memerangi setan (Mat.17:21;Mrk.9:29).
Yesus tidak membenarkan orang Farisi yang menjalankan syariat agama termasuk berpuasa yang melakukannya dengan sombong, tetapi Ia membenarkan pemungut cukai yang kelihatannya tidak menjalankan puasa (Luk.18:9-14). Jadi, Yesus tidak menyuruh orang melakukan puasa tetapi tidak melarang bila orang melakukan puasa untuk maksud khusus.
Dari hal-hal di atas kita mengetahui bahwa puasa memiliki maksud yang dalam dan khusus dalam menguasai batin seseorang dalam hubungan dengan Tuhannya yang suci dan benar, namun puasa cenderung merosot sekedar suatu legalisme agama dalam bentuk syariat lahir tanpa isi. Yesaya dengan jelas memberitahukan umat Israel (Yes.58) bahwa orang bisa saja tidak melakukan puasa lahir tetapi yang harus dilakukan adalah melakukan puasa batin, yaitu berpuasa dari kelaliman, menganiaya dan memperbudak orang. Berpuasa dari mengenyangkan diri sendiri menjadi memberi makan orang lapar, tidak punya rumah, dan yang telanjang (band. Mat.24:31-46).
Yesus juga tidak mengajarkan orang untuk berpuasa, bahkan tidak membenarkan orang sombong sekalipun ia berpuasa, tetapi Yesus juga tidak melarang orang berpuasa. Jadi puasa itu pada dirinya sendiri tidak memiliki arti bila bukan merupakan ungkapan hati yang bertobat dan merendahkan diri di hadapan Allah.
Perlu disadari bahwa penebusan Yesus di atas kayu salib telah menggenapi syariat taurat Perjanjian Lama yang bergantung pada usaha manusia menyelamatkan diri sendiri dengan melakukan syariat agama secara tertib (sunat, korban, sabat, puasa, halal-haram dll.), menjadi kasih karunia Allah yang diberikan kepada setiap orang yang percaya dan bertobat (Yoh.3:16;Efs.2:8-10). Karunia Allah ini menjadi sempurna dengan datangnya ‘Roh Kudus’ yang akan menguatkan dan mendiami umat percaya yang digenapi pada hari Pentakosta (Kis.2).
Dari ajaran Yesus ini, menjawab pertanyaan “apakah umat Kristen menjalankan puasa?” Jawabannya adalah ‘tidak’ dan ‘ya’, artinya umat Kristen (kecuali Katolik) ‘tidak’ menjalankan puasa sebagai syariat agama ritual pada waktu-waktu tertentu dan yang ditetapkan, dan ‘ya’ bahwa sewaktu-waktu umat Kristen bisa saja menjalankan puasa, dalam menghadapi event-event khusus, dengan sungguh-sungguh atas kemauannya sendiri. Puasa adalah ungkapan lahir dari hati yang bertobat dan merendahkan diri di hadapan Allah. Dan ungkapan lahir tidak berarti bila yang diungkapkan tidak ada, sebaliknya tanpa ungkapan lahir juga tidak menjadi soal selama yang diungkapkan itu ada, sebab inilah hakekat puasa yang sebenarnya.
Asal perintah puasa dalam Perjanjian Lama tidak jelas, tercatat ketika Israel menghadapi Filistin mereka mengaku dosa dan berpuasa (1Sam.7:6). Sekalipun tidak disebut sebagai puasa, Musa tidak makan dan minum selama 40 hari (Kel.34:28). Ketika Nehemia mendengar situasi Yerusalem, ia berdoa dan berpuasa (Neh.1:4). Yoel menyuruh umat bertobat dan berpuasa (Yl.2:12). Banyak juga ayat-ayat lain yang menunjukkan praktek puasa dalam PL.
Dalam Perjanjian Baru puasa juga tercatat. Yesus hanya sekali tercatat berpuasa dengan tidak makan & minum 40 hari lamanya (Mat.4:2) sebagai persiapan menghadapi godaan dan ujian. Ketika Paulus dan Barnabas diutus mereka berpuasa (Kis.13:3). Puasa biasanya dikaitkan dengan penyesalan diri dalam pertobatan dan dikaitkan dengan doa dalam usaha mendekatkan diri lebih kepada Tuhan (1Raj.21:27;Mzm.35:13), atau meminta kuasa dalam memerangi setan (Mat.17:21;Mrk.9:29).
Sebagaimana banyak hal dalam syariat dimana arti rohaninya terkubur oleh penampakan lahir, demikian juga puasa sering merosot artinya. Bukannya ditujukan sebagai ekspresi pertobatan tetapi umat Israel menjadikannya sebagai tuntutan untuk memperoleh sesuatu (Yes.58:3) atau agar diperkenan Tuhan (Yes.58:5). Puasa sering merosot sekedar upacara ritual tanpa penyerahan diri kepada Tuhan (Za.7:5), dan menjadi perilaku yang munafik (Mat.16:6) demi untuk membenarkan diri sendiri (Luk.18:12).
Baik Musa maupun Yesus tidak makan dan minum selama 40 hari bukan karena syariat agama, namun sebagai masa persiapan menghadapi godaan dan ujian sebelum diutus, dan konteks saat itu menunjukkan suasana gurun dimana tidak tersedia makanan maupun minuman. Puasa dalam praktek Israel telah merosot menjadi kebiasaan legalistik pada hari-hari dan waktu tertentu tetapi sudah kehilangan maknanya, itulah sebabnya nabi Yesaya dengan keras menekankan arti puasa yang benar. Ia mengatakan bahwa Tuhan berfirman:
“Berpuasa yang kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang-orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya engkau memecah-mecahkan rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri!” (Yes.58:6-7).
Sekalipun Yesus tidak makan dan minum 40 hari, ia tidak menyuruh murid-muridnya berpuasa, dan karena para murid tidak berpuasa mereka dicela oleh orang Farisi (Mrk.2:18), namun Yesus mengatakan bahwa puasa baru akan mereka lakukan bila Yesus telah pergi (Mrk.2:20). Jadi, puasa menurut Yesus bukan lagi syariat agama tetapi kebutuhan penyiapan batin secara khusus bila bertobat dan diperlukan dalam menghadapi masalah khusus seperti kepergiannya kelak atau dalam memerangi setan (Mat.17:21;Mrk.9:29).
Yesus tidak membenarkan orang Farisi yang menjalankan syariat agama termasuk berpuasa yang melakukannya dengan sombong, tetapi Ia membenarkan pemungut cukai yang kelihatannya tidak menjalankan puasa (Luk.18:9-14). Jadi, Yesus tidak menyuruh orang melakukan puasa tetapi tidak melarang bila orang melakukan puasa untuk maksud khusus.
Yesus juga tidak mengajarkan orang untuk berpuasa, bahkan tidak membenarkan orang sombong sekalipun ia berpuasa, tetapi Yesus juga tidak melarang orang berpuasa. Jadi puasa itu pada dirinya sendiri tidak memiliki arti bila bukan merupakan ungkapan hati yang bertobat dan merendahkan diri di hadapan Allah.
Perlu disadari bahwa penebusan Yesus di atas kayu salib telah menggenapi syariat taurat Perjanjian Lama yang bergantung pada usaha manusia menyelamatkan diri sendiri dengan melakukan syariat agama secara tertib (sunat, korban, sabat, puasa, halal-haram dll.), menjadi kasih karunia Allah yang diberikan kepada setiap orang yang percaya dan bertobat (Yoh.3:16;Efs.2:8-10). Karunia Allah ini menjadi sempurna dengan datangnya ‘Roh Kudus’ yang akan menguatkan dan mendiami umat percaya yang digenapi pada hari Pentakosta (Kis.2).
Dari ajaran Yesus ini, menjawab pertanyaan “apakah umat Kristen menjalankan puasa?” Jawabannya adalah ‘tidak’ dan ‘ya’, artinya umat Kristen (kecuali Katolik) ‘tidak’ menjalankan puasa sebagai syariat agama ritual pada waktu-waktu tertentu dan yang ditetapkan, dan ‘ya’ bahwa sewaktu-waktu umat Kristen bisa saja menjalankan puasa, dalam menghadapi event-event khusus, dengan sungguh-sungguh atas kemauannya sendiri. Puasa adalah ungkapan lahir dari hati yang bertobat dan merendahkan diri di hadapan Allah. Dan ungkapan lahir tidak berarti bila yang diungkapkan tidak ada, sebaliknya tanpa ungkapan lahir juga tidak menjadi soal selama yang diungkapkan itu ada, sebab inilah hakekat puasa yang sebenarnya.
Puasa Menurut Hindu
Puasa, mebrata, Upawasa merupakan bagian brata, dan brata bagian dari brata-yoga-tapa-samadi, yang menjadi satu kesatuan dalam konsep Nyama Brata. Kewajiban warga Hindu menggelar brata-yoga-tapa-samadi diisyaratkan dalam kakawin Arjuna Wiwaha sebagai berikut. “Hana mara janma tan papihutang brata-yoga-tapa-samadi angetul aminta wiryya suka ning Widhi sahasaika, binalikaken purih nika lewih tinemuiya lara, sinakitaning rajah tamah inandehaning prihati.”
Artinya:Ada orang yang tidak pernah melaksanakan brata-yoga-tapa-samadi, dengan lancang ia memohon kesenangan kepada Widhi (dengan memaksa) maka ditolaklah harapannya itu sehingga akhirnya ia menemui penderitaan dan kesedihan, disakiti oleh sifat-sifat rajah (angkara murka/ambisius) dan tamah (malas dan loba), ditindih oleh rasa sakit hati. Tegasnya, bila ada orang yang tidak pernah menggelar brata-yoga-tapa-samadi lalu memohon sesuatu kepada Hyang Widhi maka permohonannya itu akan ditolak bahkan akan mendatangkan penderitaan baginya. Yang dimaksud dengan brata adalah mengekang hawa nafsu pancaindra, yoga adalah tepekur merenungi kebesaran Hyang Widhi; tapa adalah pengendalian diri; samadi adalah mengosongkan pikiran dan penyerahan diri total sepenuhnya pada kehendak Hyang Widhi.
Jadi berpuasa yang baik senantiasa disertai dengan kegiatan lainnya seperti di atas, tidak dapat berdiri sendiri. Upawasa batal jika melanggar/tidak melaksanakan brata-yoga-tapa-samadi. Untuk kesempurnaan berpuasa, disertai juga dengan ber-dana punia, yaitu memberikan bantuan materi kepada kaum miskin.
Aturan-aturan berpuasa bermacam-macam, antara lain:
1. Upawasa yang dilaksanakan dalam jangka panjang lebih dari sehari, di mana pada waktu siang tidak makan/minum apa pun. Yang dinamakan siang adalah sejak hilangnya bintang timur daerah timur sampai timbulnya bintang-bintang di sore hari;
2. Upawasa jangka panjang antara 3-7 hari dengan hanya memakan nasi putih tiga kepel setiap enam jam dan air klungah nyuh gading;
3. Upawasa jangka pendek selama 24 jam tidak makan/minum apa pun disertai dengan mona (tidak berbicara), dilaksanakan ketika Siwaratri dan sipeng (Nyepi);
4. Upawasa total jangka pendek selama 24 jam dilaksanakan oleh para wiku setahun sekali untuk menebus dosa-dosa karena memakan sesuatu yang dilarang tanpa sengaja; puasa itu dinamakan santapana atau kricchara;
5. Upawasa total jangka pendek selama 24 jam dilaksanakan oleh para wiku setiap bulan untuk meningkatkan kesuciannya, dinamakan candrayana.
Ketika akan mulai berpuasa sucikan dahulu badan dan rohani dengan upacara majaya-jaya (jika dipimpin pandita) atau maprayascita jika dilakukan sendiri. Setelah itu haturkan banten tegteg daksina peras ajuman untuk menstanakan Hyang Widhi yang dimohon menyaksikan puasa kita.
Om Trayambakan ya jamahe sugandim pushti wardanam,
urwaru kam jwa bandanat, mrityor muksya mamritat,
Om ayu werdi yasa werdi, werdi pradnyan suka sriam,
dharma santana werdisyat santute sapta werdayah,
Om yawan meraustitho dewam yawad gangga mahitale candrarko gagane yawat, tawad wa wiyayi bhawet.
Om dirgayuastu tatastu astu,
Om awignamastu tatastu astu,
Om subhamastu tatastu astu,
Om sukham bawantu,
Om sriam bawantu,
Om purnam bawantu,
Om ksama sampurna ya namah,
Om hrang hring sah parama siwa aditya ya namah swaha.
Artinya, “Ya, Hyang Widhi, hamba memuja-Mu, hindarkanlah hamba dari perbuatan dosa dan bebaskanlah hamba dari marabahaya dan maut karena hanya kepada-Mu-lah hamba pasrahkan kehidupan ini, tiada yang lain.
Semoga Hyang Widhi melimpahkan kebaikan, umur panjang, kepandaian, kesenangan, kebahagiaan, jalan menuju dharma dan perolehan keturunan, semuanya adalah tujuh pertambahan.
Selama Iswara bersemayam di puncak Mahameru (selama Gunung Himalaya tegak berdiri), selama Sungai Gangga mengalir di dunia ini, selama matahari dan bulan berada di angkasa, semoga selama itu hamba sujud kepada-Mu, ya Hyang Widhi.”
Puasa Dalam Agama Buddha
Dalam agama Buddha, juga dikenal sebuah istilah yang dapat diartikan sebagai “puasa”. Namun, hendaknya jangan ditafsirkan sebagai puasa tidak makan dan minum selama sekitar 15 jam seperti dalam agama Islam.
sedikit berbeda dan diperbolehkan minum. Dalam agama Buddha puasa itu disebut Uposatha. Puasa ini tidak wajib bagi umat Buddha, namun biasanya dilaksanakan dua kali dalam satu bulan (menurut kalender buddhis dimana berdasarkan peredaran bulan), yaitu pada saat bulan terang dan gelap(bulan purnama). Namun ada yang melaksanakan 6 kali dalam satu bulan, tetapi puasa (uposatha) tersebut tidak wajib.
Uposatha artinya hari pengamalan (dengan berpuasa) atau dengan pelaksanaan uposatha-sila pada hari atau waktu tertentu (dapat disebut hari uposatha). Puasa tersebut dilaksanakan dengan menjalani uposatha-sila. Uposatha-sila(aturan yang berjumlah delapan) antara lain:
Tidak membunuh
Artinya adalah tidak melakukan pembunuhan atau melukai makhluk hidup. Makhluk hidup di sini adalah manusia dan binatang. Tumbuhan tidak termasuk)
Tidak mencuri
Artinya adalah tidak melakukan perbuatan yang mengambil barang tanpa seizin pemiliknya.
Tidak melakukan hubungan seks
Artinya adalah tidak melakukan hubungan badan baik dengan apa pun juga, dan tidak melakukan kegiatan seks sendiri(masturbasi). Intinya adalah tidak boleh melakukan kegiatan yang memuaskan diri secara seksual.
Tidak berbohong
Pengertian ini jelas. Artinya tidak berbohong sehingga merugikan orang lain secara langsung atau pun tidak langsung dengan niat buruk.
Tidak berkonsumsi makanan yang membuat kesadaran lemah dan ketagihan (alkohol, obat-obatan terlarang)
Artinya jelas. Jika seseorang mengkonsumsi untuk tujuan medis dalam jumlah kecil dan tidak hilang kesadaran, maka tidak terjadi pelanggaran.
Tidak makan pada waktu yang salah
Pengertian di sini adalah bahwa seseorang tidak boleh makan setelah lewat tengah hari hingga subuh/dinihari. Patokannya adalah untuk tengah hari, ketika matahari tepat diatas kepala atau pukul dua belas. dan untuk subuh/dinihari adalah ketika tanpa lampu, seseorang dapat melihat garis tangannya sendiri atau ketika matahari terbit.
Jadi seseorang boleh makan (berapa kali pun) hanya pada waktu dinihari/subuh sampai tengah hari (sekitar jam 12).
Tidak bernyanyi, menari atau menonton hiburan. Juga tidak memakai perhiasan, kosmetik, atau parfum.
Pengertiannya jelas dan untuk mendengarkan musik pun tidak diperbolehkan. Jika musik atau kosmetik digunakan untuk terapi atau untuk menolak penyakit, maka seseorang tidak menjadi melanggar aturan.
Tidak duduk atau berbaring di tempat duduk atau tempat duduk yang besar dan tinggi
Pengertiannya di sini adalah tidak tidur di atas tempat yang tingginya lebih dari 20 inci termasuk juga duduk. Tidur atau duduk di tempat yang mewah juga tidak diperbolehkan.
Jadi puasa (uposatha) seorang umat Buddha dinyatakan sah, apabila ia mematuhi ke-8 larangan tersebut seperti yang tertulis di atas. Jika salah satu larangan tersebut dilanggar—baik sengaja atau tidak— berarti ia puasanya (uposatha-nya) tidak sempurna.
Ada satu jenis kegiatan lagi dalam agama Buddha yang bisa disebut “puasa”, yaitu vegetaris. Vegetaris berarti tidak makan makanan bernyawa (dalam hal ini daging). Atau bisa dikatakan hanya memakan sayur-sayuran. Dalam pelaksanaan vegetaris ini, umat Buddha yang vegetarian ini tidak makan daging, termasuk jenis bawang-bawangan. Untuk telur atau susu, ada vegetarian yang masih makan, ada yang tidak. Namun vegetarian murni tidak makan telur atau pun susu. Dalam melaksanakan puasa ini (vegetaris), seseorang boleh makan kapan pun dalam 24 jam, namun hanya makan sayur-sayuran, tidak boleh daging dan bawang-bawangan. Puasa ini (melaksanakan vegetaris) tidak wajib bagi umat Buddha. Biasanya umat Buddha melaksanakannya tanggal 1 dan 15 berdasar kalender lunar (berdasar revolusi bulan), ketika bulan purnama menurut perhitungan Cina.
Kesimpulannya dalam agama Buddha, terdapat puasa namun definisinya berbeda. Puasa jenis I, disebut Uposatha intinya tidak makan dari setelah siang hari sampai subuh. Puasa jenis II, disebut vegetaris intinya tidak makan makanan yang berasal dari makhluk hidup (dalam hal ini daging).
Mengendalikan diri
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan mata, telinga, hidung, mulut, kulit dan pikiran. Indera-lndera ini hanyalah instrumen yang netral. Demikian juga tidak ada yang salah dengan kuda-kuda tersebut. Bila bisa dikendalikan, justru akan menjadi sahabat yang bermanfaat. Tidak ada yang salah juga dengan militer, sejauh itu tidak digunakan untuk kepentingan yang kotor. Jadi, semuanya tergantung bagaimana kita menggunakannya. Bila indera-indera ini digunakan untuk sesuatu yang baik maka akan mendatangkan kedamaian dan kebahagiaan. Sebaliknya, bila indera-indera ini digunakan secara salah maka akan mendatangkan kegelisahan dan penderitaan. Demikian juga, bila kuda-kuda liar itu bisa dijinakkan dan dikendalikan maka akan membawa kita ke tempat tujuan. Sebaliknya, bila kita tidak sanggup menjadi kusir yang pandai maka kuda-kuda tersebut akan menyeret kita ke dalam jurang.
Oleh karena itu, diperlukan suatu cara untuk mengendalikan keinginan. Bagaimana cara mengendalikan keinginan? Tidak ada jalan lain selain latihan. Dalam konteks ini latihan adalah berpuasa. Berpuasa itu tidak lain adalah latihan pengendalian diri.
Makna puasa
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa masyarakat Buddhis terdiri dari para rohaniawan (Pabbajjita) dan para perumah tangga/ umat awam (Gharavasa). Para rohaniawan mendisiplinkan kehidupannya dengan menjalankan 227 tata tertib. Sedangkan para perumah tangga/ umat awam mendisiplinkan hidupnya dengan menjalankan tata tertib (Pancasila).
Sesuai tekad yang sudah diambil, para rohaniawan akan menjalankan 227 tata tertib selama hidupnya. Dengan kata lain, para rohaniawan akan berpuasa selama hidupnya. Sementara umat awam yang menjalankan lima sila, pada saat-saat tertentu dianjurkan untuk melakukan latihan spiritual yang lebih tinggi (puasa) dengan menjalankan delapan sila (Atthasila). Secara tradisi para perumah tangga/ umat awam akan menjalankan latihan puasa (Atthasila) pada bulan gelap dan terang (tanggal 1 dan 15 penanggalan bulan kalender buddhis). Di beberapa tempat, para perumah tangga/ umat awam juga menjalankan latihan ini pada tanggal 8 dan 23 (penanggalan bulan kalender buddhis). Disebutkan juga bahwa umat Buddha yang menjalankan latihan atthasila berarti sedang menjalankan uposatha, dan uposatha sering disinonimkan dengan kata upavasa.
Menilik kata puasa, banyak ahli bahasa memang menyatakan bahwa “puasa” berasal dari kata upavasa (bahasa Pali). Tidak bisa dipungkiri bahwa bangsa Indonesia pernah memeluk agama Buddha, dan menjadikannya sebagai agama negara (zaman Syailendra Majapahit) sehingga tidak bisa diragukan lagi bahwa kata puasa berasal dari kata upavasa. Sebagai contoh kita bisa menemukan banyaknya bahasa Pali atau Sansekerta yang diserap ke dalam bahasa Indonesia, misalnya: suriya menjadi surya, vanita menjadi wanita, dighayu menjadi dirgahayu, dan masih banyak lagi yang lainnya. Memang, kata puasa belakangan secara formal sudah digunakan oleh umat lslam ketika menjalankan ibadah di bulan ramadhan. Tetapi disebutkan juga bahwa kata puasa tidak ditemukan dalam kitab suci umat lslam. Yang ada dalam kitab suci umat lslam hanya kata saung, tentu pengertiannya mirip dengan kata puasa.
Masalahnya, istilah puasa dalam pengertian umum kita, diterjemahkan lebih sempit dibandingkan istilah upavasa (uposatha). Kata upavasa atau uposatha (dalam kamus bahasa Pali) memiliki arti lebih luas yaitu menghindari nafsu duniawi. Sedangkan, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah puasa memiliki arti yang lebih sempit yakni menghindari makan, minum dan sebagainya dengan sengaja (terutama bertalian dengan keagamaaan).
Adapun upavasa (uposatha atthasila) yang dijalankan oleh umat Buddha adalah:
1. Bertekad akan melatih diri menghindari pembunuhan makhluk hidup.
2. Bertekad akan melatih diri menghindari mengambil barang yang tidak diberikan.
3. Bertekad akan melatih diri menghindari berhubungan seks.
4. Bertekad akan melatih diri menghindari berbicara atau berucap yang tidak benar.
5. Bertekad akan melatih diri menghindari segala makanan dan minuman yang dapat melemahkan kesadaran.
6. Bertekad akan melatih diri menghindari makan setelah tengah hari.
7. Bertekad akan melatih diri menghindari menyanyi, menari, bermain musik, pergi melihat hiburan, memakai bunga-bungaan, wangi-wangian, serta alat-alat kosmetik yang bertujuan untuk memperindah/ mempercantik diri.
8. Bertekad akan melatih diri menghindari pemakaian tempat tidur dan tempat duduk yang mewah.
Kesimpulan
Bagaimanapun sulitnya, kita sama-sama memiliki kewajiban untuk mengendalikan diri (berpuasa). Bagi perumah tangga, tentu sangat berguna bila sungguh-sungguh mengendalikan diri dengan latihan uposatha atthasila. Mungkin saja, kita belum benar-benar mampu membebaskan batin kita dari nafsu keinginan. Tetapi dengan mengendalikan diri (menjalankan puasa) berarti kita sudah melemahkan nafsu keinginan.
Contoh sederhana saja, kita bisa memulai dari sektor makanan. Kita mengendalikan kuda liar yang bernama mulut (indera perasa) dengan makan secukupnya (sesuai dengan latihan atthasila). Seleksi jenisnya. Pengalaman para bijaksana bertutur, ketika nafsu keinginan dikendalikan (berpuasa) banyak persoalan kehidupan kita akan berkurang. Setidaknya, dengan memulai dari sektor makanan, kita telah memilih cara hidup yang sehat. Tidak hanya fisik kita yang sehat, batinpun akan lebih sehat dari penyakit keserakahan dan ketamakan. Lebih jauh lagi kita mengendalikan indera-indera yang lain. Singkatnya, ketika kita sudah melatih diri dengan mengendalikan indera-indera kita, pada saat yang sama kita telah berusaha untuk lepas dari cengkaraman komando nafsu keinginan.
sedikit berbeda dan diperbolehkan minum. Dalam agama Buddha puasa itu disebut Uposatha. Puasa ini tidak wajib bagi umat Buddha, namun biasanya dilaksanakan dua kali dalam satu bulan (menurut kalender buddhis dimana berdasarkan peredaran bulan), yaitu pada saat bulan terang dan gelap(bulan purnama). Namun ada yang melaksanakan 6 kali dalam satu bulan, tetapi puasa (uposatha) tersebut tidak wajib.
Uposatha artinya hari pengamalan (dengan berpuasa) atau dengan pelaksanaan uposatha-sila pada hari atau waktu tertentu (dapat disebut hari uposatha). Puasa tersebut dilaksanakan dengan menjalani uposatha-sila. Uposatha-sila(aturan yang berjumlah delapan) antara lain:
Tidak membunuh
Artinya adalah tidak melakukan pembunuhan atau melukai makhluk hidup. Makhluk hidup di sini adalah manusia dan binatang. Tumbuhan tidak termasuk)
Artinya adalah tidak melakukan perbuatan yang mengambil barang tanpa seizin pemiliknya.
Tidak melakukan hubungan seks
Artinya adalah tidak melakukan hubungan badan baik dengan apa pun juga, dan tidak melakukan kegiatan seks sendiri(masturbasi). Intinya adalah tidak boleh melakukan kegiatan yang memuaskan diri secara seksual.
Tidak berbohong
Pengertian ini jelas. Artinya tidak berbohong sehingga merugikan orang lain secara langsung atau pun tidak langsung dengan niat buruk.
Tidak berkonsumsi makanan yang membuat kesadaran lemah dan ketagihan (alkohol, obat-obatan terlarang)
Artinya jelas. Jika seseorang mengkonsumsi untuk tujuan medis dalam jumlah kecil dan tidak hilang kesadaran, maka tidak terjadi pelanggaran.
Tidak makan pada waktu yang salah
Pengertian di sini adalah bahwa seseorang tidak boleh makan setelah lewat tengah hari hingga subuh/dinihari. Patokannya adalah untuk tengah hari, ketika matahari tepat diatas kepala atau pukul dua belas. dan untuk subuh/dinihari adalah ketika tanpa lampu, seseorang dapat melihat garis tangannya sendiri atau ketika matahari terbit.
Jadi seseorang boleh makan (berapa kali pun) hanya pada waktu dinihari/subuh sampai tengah hari (sekitar jam 12).
Tidak bernyanyi, menari atau menonton hiburan. Juga tidak memakai perhiasan, kosmetik, atau parfum.
Pengertiannya jelas dan untuk mendengarkan musik pun tidak diperbolehkan. Jika musik atau kosmetik digunakan untuk terapi atau untuk menolak penyakit, maka seseorang tidak menjadi melanggar aturan.
Tidak duduk atau berbaring di tempat duduk atau tempat duduk yang besar dan tinggi
Pengertiannya di sini adalah tidak tidur di atas tempat yang tingginya lebih dari 20 inci termasuk juga duduk. Tidur atau duduk di tempat yang mewah juga tidak diperbolehkan.
Jadi puasa (uposatha) seorang umat Buddha dinyatakan sah, apabila ia mematuhi ke-8 larangan tersebut seperti yang tertulis di atas. Jika salah satu larangan tersebut dilanggar—baik sengaja atau tidak— berarti ia puasanya (uposatha-nya) tidak sempurna.
Ada satu jenis kegiatan lagi dalam agama Buddha yang bisa disebut “puasa”, yaitu vegetaris. Vegetaris berarti tidak makan makanan bernyawa (dalam hal ini daging). Atau bisa dikatakan hanya memakan sayur-sayuran. Dalam pelaksanaan vegetaris ini, umat Buddha yang vegetarian ini tidak makan daging, termasuk jenis bawang-bawangan. Untuk telur atau susu, ada vegetarian yang masih makan, ada yang tidak. Namun vegetarian murni tidak makan telur atau pun susu. Dalam melaksanakan puasa ini (vegetaris), seseorang boleh makan kapan pun dalam 24 jam, namun hanya makan sayur-sayuran, tidak boleh daging dan bawang-bawangan. Puasa ini (melaksanakan vegetaris) tidak wajib bagi umat Buddha. Biasanya umat Buddha melaksanakannya tanggal 1 dan 15 berdasar kalender lunar (berdasar revolusi bulan), ketika bulan purnama menurut perhitungan Cina.
Kesimpulannya dalam agama Buddha, terdapat puasa namun definisinya berbeda. Puasa jenis I, disebut Uposatha intinya tidak makan dari setelah siang hari sampai subuh. Puasa jenis II, disebut vegetaris intinya tidak makan makanan yang berasal dari makhluk hidup (dalam hal ini daging).
Mengendalikan diri
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan mata, telinga, hidung, mulut, kulit dan pikiran. Indera-lndera ini hanyalah instrumen yang netral. Demikian juga tidak ada yang salah dengan kuda-kuda tersebut. Bila bisa dikendalikan, justru akan menjadi sahabat yang bermanfaat. Tidak ada yang salah juga dengan militer, sejauh itu tidak digunakan untuk kepentingan yang kotor. Jadi, semuanya tergantung bagaimana kita menggunakannya. Bila indera-indera ini digunakan untuk sesuatu yang baik maka akan mendatangkan kedamaian dan kebahagiaan. Sebaliknya, bila indera-indera ini digunakan secara salah maka akan mendatangkan kegelisahan dan penderitaan. Demikian juga, bila kuda-kuda liar itu bisa dijinakkan dan dikendalikan maka akan membawa kita ke tempat tujuan. Sebaliknya, bila kita tidak sanggup menjadi kusir yang pandai maka kuda-kuda tersebut akan menyeret kita ke dalam jurang.
Oleh karena itu, diperlukan suatu cara untuk mengendalikan keinginan. Bagaimana cara mengendalikan keinginan? Tidak ada jalan lain selain latihan. Dalam konteks ini latihan adalah berpuasa. Berpuasa itu tidak lain adalah latihan pengendalian diri.
Makna puasa
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa masyarakat Buddhis terdiri dari para rohaniawan (Pabbajjita) dan para perumah tangga/ umat awam (Gharavasa). Para rohaniawan mendisiplinkan kehidupannya dengan menjalankan 227 tata tertib. Sedangkan para perumah tangga/ umat awam mendisiplinkan hidupnya dengan menjalankan tata tertib (Pancasila).
Sesuai tekad yang sudah diambil, para rohaniawan akan menjalankan 227 tata tertib selama hidupnya. Dengan kata lain, para rohaniawan akan berpuasa selama hidupnya. Sementara umat awam yang menjalankan lima sila, pada saat-saat tertentu dianjurkan untuk melakukan latihan spiritual yang lebih tinggi (puasa) dengan menjalankan delapan sila (Atthasila). Secara tradisi para perumah tangga/ umat awam akan menjalankan latihan puasa (Atthasila) pada bulan gelap dan terang (tanggal 1 dan 15 penanggalan bulan kalender buddhis). Di beberapa tempat, para perumah tangga/ umat awam juga menjalankan latihan ini pada tanggal 8 dan 23 (penanggalan bulan kalender buddhis). Disebutkan juga bahwa umat Buddha yang menjalankan latihan atthasila berarti sedang menjalankan uposatha, dan uposatha sering disinonimkan dengan kata upavasa.
Menilik kata puasa, banyak ahli bahasa memang menyatakan bahwa “puasa” berasal dari kata upavasa (bahasa Pali). Tidak bisa dipungkiri bahwa bangsa Indonesia pernah memeluk agama Buddha, dan menjadikannya sebagai agama negara (zaman Syailendra Majapahit) sehingga tidak bisa diragukan lagi bahwa kata puasa berasal dari kata upavasa. Sebagai contoh kita bisa menemukan banyaknya bahasa Pali atau Sansekerta yang diserap ke dalam bahasa Indonesia, misalnya: suriya menjadi surya, vanita menjadi wanita, dighayu menjadi dirgahayu, dan masih banyak lagi yang lainnya. Memang, kata puasa belakangan secara formal sudah digunakan oleh umat lslam ketika menjalankan ibadah di bulan ramadhan. Tetapi disebutkan juga bahwa kata puasa tidak ditemukan dalam kitab suci umat lslam. Yang ada dalam kitab suci umat lslam hanya kata saung, tentu pengertiannya mirip dengan kata puasa.
Masalahnya, istilah puasa dalam pengertian umum kita, diterjemahkan lebih sempit dibandingkan istilah upavasa (uposatha). Kata upavasa atau uposatha (dalam kamus bahasa Pali) memiliki arti lebih luas yaitu menghindari nafsu duniawi. Sedangkan, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah puasa memiliki arti yang lebih sempit yakni menghindari makan, minum dan sebagainya dengan sengaja (terutama bertalian dengan keagamaaan).
Adapun upavasa (uposatha atthasila) yang dijalankan oleh umat Buddha adalah:
1. Bertekad akan melatih diri menghindari pembunuhan makhluk hidup.
2. Bertekad akan melatih diri menghindari mengambil barang yang tidak diberikan.
3. Bertekad akan melatih diri menghindari berhubungan seks.
4. Bertekad akan melatih diri menghindari berbicara atau berucap yang tidak benar.
5. Bertekad akan melatih diri menghindari segala makanan dan minuman yang dapat melemahkan kesadaran.
6. Bertekad akan melatih diri menghindari makan setelah tengah hari.
7. Bertekad akan melatih diri menghindari menyanyi, menari, bermain musik, pergi melihat hiburan, memakai bunga-bungaan, wangi-wangian, serta alat-alat kosmetik yang bertujuan untuk memperindah/ mempercantik diri.
8. Bertekad akan melatih diri menghindari pemakaian tempat tidur dan tempat duduk yang mewah.
Kesimpulan
Bagaimanapun sulitnya, kita sama-sama memiliki kewajiban untuk mengendalikan diri (berpuasa). Bagi perumah tangga, tentu sangat berguna bila sungguh-sungguh mengendalikan diri dengan latihan uposatha atthasila. Mungkin saja, kita belum benar-benar mampu membebaskan batin kita dari nafsu keinginan. Tetapi dengan mengendalikan diri (menjalankan puasa) berarti kita sudah melemahkan nafsu keinginan.
Contoh sederhana saja, kita bisa memulai dari sektor makanan. Kita mengendalikan kuda liar yang bernama mulut (indera perasa) dengan makan secukupnya (sesuai dengan latihan atthasila). Seleksi jenisnya. Pengalaman para bijaksana bertutur, ketika nafsu keinginan dikendalikan (berpuasa) banyak persoalan kehidupan kita akan berkurang. Setidaknya, dengan memulai dari sektor makanan, kita telah memilih cara hidup yang sehat. Tidak hanya fisik kita yang sehat, batinpun akan lebih sehat dari penyakit keserakahan dan ketamakan. Lebih jauh lagi kita mengendalikan indera-indera yang lain. Singkatnya, ketika kita sudah melatih diri dengan mengendalikan indera-indera kita, pada saat yang sama kita telah berusaha untuk lepas dari cengkaraman komando nafsu keinginan.
Langganan:
Postingan (Atom)
TEMAN STIKOM
About Me
- Unknown