DEWANGGA PUTRA PRATAMA
SDN JEMUR WONOSARI 1/417,SMPN 21 SURABAYA,SMAN 22 SURABAYA UPN "VETERAN" JATIM, SURABAYA

PENGUNJUNG BLOG

MY UNIVERSITY

SMAN 22 SURABAYA

twitter

Twitter Widgets
Powered By Vistaprint
dewangga link. Diberdayakan oleh Blogger.

FRIENDSHIP SAYA?

Rabu, 21 Desember 2011

Urusan ’Ngoceh’ Aja Bisa Triliunan Rupiah


Urusan ’Ngoceh’ Aja Bisa Triliunan Rupiah



HAMPIR disetiap sudut kota kita menjumpai orang asyik berponsel. Mereka yang memakai telepon pintar asyik bermain aplikasi black berry messenger (BBM) atau jejaring sosial. Merekalah penduduk kota yang tak bisa lepas dari komunikasi. Bertumpu pada layanan telekomunikasi seluler.
Ada yang memanfaatkannya untuk kepentingan ekonomi, sosial, politik, hingga sekadar ’ngoceh’ tak ada juntrungan. Anak muda memakainya untuk ekspresi diri dan urusan asmara. Para orang tua memakainya untuk urusan bisnis dengan kolega, interaksi dengan klien, atau mengontrol anak-anak mereka yang beranjak dewasa.
Para pelaku bisnis memanfaatkan seluler untuk mengeruk keuntungan. Baik lewat nada dering, pooling-pooling untuk mencetak idola, hingga aplikasi seperti game online. Jadilah warga kota ’kerasukan’ seluler dengan aneka fiturnya.



Sampai-sampai, ratusan orang rela antre untuk mendapatkan telepon pintar di sebuah pusat perbelanjaan. Peristiwa yang baru saja terjadi di Jakarta itu, bahkan menimbulkan korban terinjak-injak. Televisi memberitakan ada sekitar 90 orang yang jatuh lemas kekurangan oksigen, sampai yang patah tulang. Hemmm….



Edukasi Konsumen

Ada fenomena lain. Masyarakat super cepat di kota Jakarta seakan tak kenal tempat untuk berponsel ria. Termasuk, ketika mereka berkendara. Entah yang memang super terpaksa untuk berkomunikasi verbal, atau yang sekadar mengisi waktu di tengah kemacetan. Aktifitas mereka bisa berbentuk sekadar mengirim pesan tertulis, mengakses jejaring sosial, hingga game online.



Gejala sosial yang sulit dibendung. Selalu ingin berkomunikasi. Tapi, kalau sambil berkendara, risikonya cukup fatal. Kecelakaan lalu lintas jalan. Data Polda Metro Jaya membeberkan, kecelakaan yang dipicu oleh aktifitas berponsel naik sekitar 1.200% pada tahun 2010 jika dibandingkan 2009. Memilukan.
Saya yakin, itu baru data yang tercatat oleh kepolisian. Boleh jadi data yang tidak tercatat masih cukup banyak. Fenomena gunung es.



Pertanyaannya, kenapa mempertaruhkan keselamatan berkendara dengan sekadar berponsel ria? Padahal, jelas-jelas dalam aturan Undang Undang No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) ditegaskan bahwa aktifitas berponsel dilarang karena dianggap bisa mengganggu konsentrasi saat berkendara. Konsentrasi yang terganggu berpotensi memicu terjadinya kecelakaan lalu lintas jalan. Sanksinya pun ada. Tinggal pilih, mau denda maksimal Rp 750 ribu atau kurungan badan maksimal tiga bulan.
Di sudut lain, sekalipun seluler berfaedah bagi kehidupan masyarakat kita, ancaman dari fenomena berkendara sambil berponsel bisa menjungkirbalikan faedah yang ada. Di tengah itu semua, kita menjadi bangsa yang konsumtif. Sebuah pasar raksasa dengan jumlah penduduk sekitar 240 juta jiwa pada 2011.




Pebisnis mana di jagat ini yang tidak melirik Indonesia. Termasuk di bidang telekomunikasi.
Berbagai perusahaan multinasional masuk ke Indonesia. Mereka merangsek bisnis yang urusannya dengan kegemaran masyarakat untuk ’ngoceh.’ Saat ini, sedikitnya tercatat ada 200 juta pengguna seluler. Omzetnya mencapai puluhan triliun.
Lembaga independen Citrus mencatat, untuk keseluruhan bisnis telekomunikasi omzetnya bisa mencapai Rp 470 triliun. Siapa yang menikmati gurihnya bisnis tersebut. Dalam tabel yang dikeluarkan Citrus bisa dilihat bahwa mayoritas kepemilikan perusahaan seluler ada ditangan perusahaan multinasional. Hanya PT Telkom Tbk dan PT Telkomsel yang masih kental bau domestiknya.
Indonesia demikian ’telanjang’. Kekuatan asing ada disegala lini. Mulai dari bisnis urusan perut hingga urusan berkomunikasi. Saya percaya, ada faedah buat negeri ini. Tapi, kalau para pemilik perusahaan seluler itu tak peduli mengedukasi konsumen atas produk yang mereka jajakan, rasanya memilukan. Maksud saya, mereka punya tanggung jawab mengedukasi konsumen tentang penggunaan ponsel yang aman dan selamat. Termasuk, perilaku berkendara yang aman dan selamat tanpa berponsel. Tak perlu nunggu esok hari, mulai saat ini, ayo edukasi konsumen lewat berbagai jalur. Pasti masih punya nurani dong para pemilik perusahaan seluler?